Dia menjelaskan, bahwa pada Pasal 35 huruf a UU No 23 Tahun 2006 disebutkan, pencatatan akta perkawinan dapat dilakukan apabila ada penetapan dari pengadilan. Artinya, akta perkawinan itu dikeluarkan dispendukcapil karena pihak pemohon sudah melengkapi dengan adanya putusan dari pengadilan.
“Karena permohonan akta perkawinan pasutri beda agama itu sudah mencukupi ketentuan persyaratan yang berlaku di undang-undang, maka permohonan itu kita proses,” jelas dia.
Agus menyebut, bahwa menerbitkan akta perkawinan sudah menjadi tugas dan kewajiban dispendukcapil. Termasuk apabila pengajuan akta perkawinan beda agama itu sudah ada keputusan atau penetapan hakim di pengadilan.
“Sehingga kita melaksanakan perintah putusan pengadilan dan kita terbitkan (akta perkawinan) tanggal 9 Juni tahun 2022,” ungkap dia.
Mantan Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kota Surabaya itu kembali menegaskan, bahwa yang mengesahkan perkawinan agama bukanlah Dispendukcapil. Termasuk pula terkait dengan pengesahan perkawinan beda agama. “Jadi, Dispendukcapil hanya bertugas mencatatkan dan mengeluarkan akta perkawinan,” tegasnya.
Sebagai diketahui, persoalan ini bermula ketika ZA pengantin pria beragama Islam bersama calon pengantin wanitanya EDS yang beragama Kristen, mengajukan akta perkawinan ke Dispendukcapil Surabaya. Akan tetapi karena syarat pengajuan akta perkawinan mereka kurang, sehingga permohonan itu ditolak.
Keduanya lantas mengajukan permohonan pernikahan beda agama ke Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pada 13 April 2022. Permohonan itu kemudian dikabulkan pada 26 April 2022 dan tercantum pada penetapan Nomor 916/Pdt.P/2022/PN Sby.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait