Kontroversi Pungutan Rp 17.000 per Siswa di MKKS SMK Swasta Jember, Kini Dibatalkan

JEMBER,iNewsJember.id – Penetapan iuran sebesar Rp 17.000 per siswa per tahun yang diminta oleh pengurus Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMK Swasta Kabupaten Jember menjadi sorotan publik. Pungutan ini ditujukan kepada 174 kepala sekolah SMK Swasta yang tergabung dalam MKKS, dan menurut informasi yang diterima iNews.idJember dana yang terkumpul diperkirakan lebih dari Rp 500 juta.
Surat pemberitahuan dengan nomor 42/MKKS-SMKS-Jbr/I/2025 yang diterbitkan pada 30 Januari 2025, memerintahkan kepala sekolah untuk melunasi iuran tersebut paling lambat akhir Februari 2025. Namun, surat tersebut tidak menjelaskan secara rinci penggunaan dana yang terkumpul, sehingga menimbulkan berbagai pertanyaan.
Wigit Prayitno, seorang pemerhati pendidikan yang mengungkapkan permasalahan ini, menyayangkan tidak adanya transparansi dalam penggunaan dana tersebut. Menurutnya, iuran yang dipungut diduga berkaitan dengan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang diterima oleh setiap siswa SMK Swasta. Ia menduga, pungutan ini bisa jadi merupakan bentuk "upeti" kepada pengurus MKKS yang dianggap berperan dalam memperjuangkan dana BOS untuk sekolah-sekolah swasta di Jember.
"Apakah dana tersebut benar-benar dialokasikan untuk peningkatan kualitas pendidikan, atau justru untuk kepentingan lain yang tidak transparan?" ujar Wigit.
Wigit menambahkan bahwa jika iuran ini benar-benar berkaitan dengan pengelolaan dana BOS, maka hal ini bisa dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang dan penindasan terhadap kepala sekolah SMK swasta yang sudah menghadapi berbagai keterbatasan dana.
Menanggapi masalah ini, Dandik Widayat, Ketua MKKS Swasta Kabupaten Jember, mengonfirmasi adanya penetapan pungutan sebesar Rp 17.000 per siswa per tahun, namun ia menyatakan bahwa iuran tersebut telah dibatalkan. "Itu benar. Tetapi mulai hari ini, sudah kami batalkan. Karena memang iuran tersebut belum terlaksana, mohon maaf," ujar Dandik melalui WhatsApp.
Dengan pembatalan tersebut, masyarakat dan kalangan pendidikan berharap agar masalah ini menjadi pembelajaran dan mendorong transparansi serta akuntabilitas dalam pengelolaan dana pendidikan, terutama yang berkaitan dengan bantuan operasional sekolah.
Editor : Eko Riswanto