get app
inews
Aa Text
Read Next : Kolaborasi Polije dengan BUMDes Cetak Globalpreneur Desa

Inovasi Teknologi IoT di Dunia Pertanian, Saatnya Greenhouse Indonesia Melompat Lebih Jauh

Jum'at, 03 Januari 2025 | 11:22 WIB
header img
Penerapan Hidroponik pada Tefa Smart Green House

Jember,iNewsJember.id - Di tengah tantangan krisis iklim dan kebutuhan pangan yang terus meningkat, dunia pertanian tak punya pilihan lain selain berinovasi. Salah satu bentuk inovasi yang kini terbukti mampu menjawab kebutuhan efisiensi dan akurasi adalah pemanfaatan teknologi Internet of Things (IoT). Dalam konteks ini, Politeknik Negeri Jember (Polije) melalui Teaching Factory (TEFA) Smart Greenhouse memberi contoh nyata bagaimana IoT mampu mendorong transformasi sektor pertanian, khususnya pada sistem hidroponik.

Proyek pengabdian masyarakat oleh tim dosen dari Jurusan Teknologi Informasi Polije berhasil mengembangkan dan mengimplementasikan perangkat pencampur nutrisi hidroponik otomatis berbasis IoT. Ini bukan hanya terobosan teknis, tapi juga representasi dari keberanian institusi pendidikan vokasi dalam mengintegrasikan teknologi mutakhir dengan kebutuhan lapangan.

Selama ini, proses pencampuran nutrisi hidroponik seperti AB Mix dilakukan secara manual. Ini bukan hanya tidak efisien, tapi juga rentan terhadap kesalahan manusia, serta sulit untuk dipantau secara real time. Padahal, di dunia hidroponik, ketepatan takaran nutrisi dan waktu pemberian sangat menentukan keberhasilan panen.

Perangkat yang dikembangkan tim Polije memungkinkan otomatisasi pencampuran nutrisi, dilengkapi sensor suhu, kelembapan, dan intensitas cahaya. Tak hanya itu, sistem ini juga terintegrasi dengan aplikasi mobile yang memungkinkan pemantauan dan pengendalian dari jarak jauh. Inilah bentuk nyata pertanian presisi yang selama ini hanya menjadi jargon.

Lebih dari itu, sistem ini mampu mengirimkan notifikasi kepada pengguna jika terjadi ketidaksesuaian dalam parameter lingkungan atau nutrisi. Ini artinya, pengelola greenhouse bisa bereaksi cepat sebelum tanaman mengalami kerusakan. Teknologi ini menjawab persoalan nyata yang selama ini dihadapi petani hidroponik di lapangan.

Inovasi ini bukan hasil kerja instan. Sebelumnya, prototipe alat pencampur nutrisi telah dikembangkan oleh mahasiswa pada tahun 2021. Tim dosen kemudian memodifikasi dan menyempurnakan perangkat tersebut, menambahkan fitur yang relevan dengan kebutuhan pertanian modern, dan mengujinya pada skala laboratorium hingga siap produksi.

Yang patut diapresiasi, proyek ini tak hanya menghasilkan alat, tapi juga menghasilkan ekosistem pembelajaran. Mahasiswa dilibatkan dalam pengembangan perangkat, pelatihan pengguna juga dilakukan, serta luaran seperti publikasi ilmiah dan pengajuan HKI menjadi bagian integral dari proses. Ini adalah model pengabdian masyarakat yang menjawab kebutuhan industri sekaligus mendidik generasi penerus.

Dari sisi kebermanfaatan, alat ini bukan hanya membantu pengelola greenhouse dalam bekerja lebih efisien, tetapi juga menyuplai data penting untuk riset. Mahasiswa hortikultura dapat memanfaatkan data parameter suhu, kelembapan, dan intensitas cahaya untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hasil tanaman.

Yang menarik, dari sisi teknis, perangkat ini diuji dengan pendekatan Quality of Service (QoS) menggunakan protokol MQTT. Hasilnya menunjukkan bahwa performa komunikasi data berada pada kategori memuaskan hingga sangat baik. Ini menunjukkan kesiapan alat ini untuk diimplementasikan dalam skala produksi, bukan sekadar alat eksperimen.

Dalam era Revolusi Industri 4.0, pemanfaatan teknologi seperti IoT dalam pertanian bukan lagi opsi, melainkan keharusan. Greenhouse yang tidak mampu memantau lingkungannya secara real time dan masih bergantung pada kontrol manual akan tertinggal, tidak hanya dalam hal produktivitas tapi juga kualitas.

Sayangnya, masih banyak lembaga pendidikan yang enggan mengambil langkah konkret dalam riset terapan semacam ini. Padahal, proyek Polije ini membuktikan bahwa dengan dukungan internal, SDM yang kompeten, dan sinergi antarjurusan, inovasi yang bermanfaat langsung bagi masyarakat bisa dihasilkan tanpa perlu menunggu program skala nasional.

Sudah saatnya pendekatan “Teaching Factory” tak hanya menjadi slogan. Dengan menjadikan greenhouse sebagai laboratorium hidup, Polije berhasil menciptakan ruang belajar sekaligus ruang produksi. Ini adalah jawaban atas kritik bahwa pendidikan vokasi masih belum siap terjun ke dunia industri.

Pemerintah dan lembaga lain semestinya memberikan dukungan lebih serius terhadap pengembangan teknologi tepat guna semacam ini. Inovasi yang lahir dari kampus vokasi harus diberi panggung, pendanaan, dan kesempatan untuk diadopsi secara lebih luas oleh petani dan pelaku agribisnis di seluruh Indonesia.

Pertanian berbasis data, efisiensi, dan kendali otomatis adalah masa depan. Polije telah menunjukkan bahwa masa depan itu bisa diwujudkan hari ini dimulai dari satu greenhouse kecil di Jember. Semoga lebih banyak kampus dan daerah lain yang mengikuti jejak ini, agar pertanian Indonesia tidak lagi tertinggal dari negara-negara lain yang telah lebih dulu melompat ke arah teknologi.

 

Penulis: Yogiswara. S.T., M.T., Beni Widiawan, S.ST, M.T., Agus Purwadi, S.T., M.T., Lalitya Nindita Sahenda, S.Pd., M.T., Asep Samsudin, S.Pd, M.Ling.

Dosen Politeknik Negeri Jember

Editor : Bambang Sugiarto

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut