Peleburan DP3AKB di Jember Dinilai Sebagai Kemunduran dalam Keberpihakan terhadap Perempuan

JEMBER,iNewsJember.id – Rencana peleburan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) ke dalam Dinas Sosial (Dinsos) dan Dinas Kesehatan (Dinkes) mendapat sorotan tajam dari berbagai aktivis perempuan di Jember. Salah satu kritik keras datang dari Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Jember, yang menilai kebijakan ini berpotensi merugikan perjuangan perempuan dan anak di daerah tersebut.
Menurut Dewan Kelompok Kepentingan Perempuan Lajang, Janda, dan Single Parents (LJSP) KPI Jember, Alfianda Mariawati, peleburan DP3AKB dapat melemahkan advokasi dan perlindungan terhadap perempuan dan anak di Jember. Ia mengingatkan bahwa gerakan perempuan di Jember sudah berkembang sejak tahun 1998, berawal dari Aliansi Perempuan yang mendampingi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Gerakan ini kemudian melahirkan Pusat Perlindungan Perempuan dan Anak (P3A), yang menjadi cikal bakal DP3AKB.
“Sejak awal, kami sudah berjuang dengan segala keterbatasan. DP3AKB menjadi tonggak penting dalam pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Jika dilebur, kami khawatir respons terhadap isu-isu perempuan akan terganggu,” ujar Alfianda dalam acara diskusi dan buka puasa bersama di Sekretariat Forum Wartawan Lintas Media (FWLM) Jember, Jumat (21/3/2025).
Alfianda juga menekankan, saat ini persoalan yang dihadapi perempuan dan anak di Jember semakin kompleks. Isu-isu seperti kekerasan terhadap perempuan, stunting, tingginya angka kematian ibu dan bayi, hilangnya anak perempuan, HIV, serta kasus pembuangan bayi dan baby blues masih menjadi masalah besar di daerah ini. Ia khawatir, jika DP3AKB dilebur, penanganan terhadap kasus-kasus ini akan semakin terabaikan.
KPI Jember, bersama dengan 10 organisasi lainnya yang tergabung dalam Jember Organisasi Masyarakat Sipil (JOMS), telah melakukan audiensi dengan Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Jember. Mereka menyuarakan penolakan terhadap rencana peleburan DP3AKB. Pemerintah daerah mengemukakan alasan peleburan ini sebagai upaya efisiensi anggaran, namun Alfianda menilai alasan tersebut tidak cukup kuat.
“Selama ini, kami hampir tidak mendapatkan anggaran dari pemerintah dalam melakukan advokasi. Kami bekerja mandiri, dan hanya berkolaborasi dengan DP3AKB ketika benar-benar dibutuhkan,” jelasnya.
Jika anggaran menjadi alasan utama, Alfianda menyarankan agar pemerintah lebih bijaksana dalam mengelola anggaran daerah, dengan meminimalisasi proyek-proyek yang tidak mendesak atau acara seremonial yang tidak terlalu penting.
Sementara itu, Dewi Aliana, anggota Kelompok Kepentingan Informal KPI Jember, mengungkapkan bahwa peleburan DP3AKB akan berdampak pada berkurangnya sumber daya untuk program-program pemberdayaan perempuan di Jember. Ia menyebutkan, hal ini akan menghambat pelaksanaan pelatihan kepemimpinan, pendampingan, dan advokasi untuk perempuan.
“Peleburan ini berisiko melemahkan advokasi terhadap kebijakan yang mendukung perlindungan perempuan, seperti kebijakan terkait KDRT hingga femisida,” ungkap Dewi.
Selain itu, Dewi juga menyoroti bahwa peleburan ini bisa mengurangi partisipasi perempuan dalam proses perencanaan pembangunan daerah. Sebelumnya, Jember telah mengadakan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) khusus untuk perempuan, anak, disabilitas, dan lansia. Dengan peleburan ini, ruang partisipasi tersebut dikhawatirkan akan semakin sempit.
KPI Jember dan JOMS menegaskan bahwa langkah yang seharusnya diambil adalah memperkuat DP3AKB, bukan justru meleburkan dinas tersebut ke dalam Dinsos dan Dinkes. Dinsos sendiri, menurut Alfianda, sudah memiliki tugas besar dalam menangani masalah kemiskinan, dan jika diberi tambahan tanggung jawab untuk menangani advokasi dan pemberdayaan perempuan, fokusnya akan semakin terpecah.
“DP3AKB memiliki fokus khusus dalam pemberdayaan perempuan, perlindungan anak, dan pengarusutamaan gender. Peleburan ini berisiko mengurangi efektivitas kebijakan responsif gender yang telah dibangun selama ini,” tegasnya.
Sebagai langkah lanjut, KPI Jember dan JOMS telah mengirimkan surat penolakan kepada Gubernur Jawa Timur dan berencana membentuk koalisi yang lebih besar untuk menanggapi masalah ini, sambil memantau perkembangan pembahasan Peraturan Daerah (Perda) tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) yang akan datang.
Isu peleburan DP3AKB di Jember ini menunjukkan ketegangan antara upaya efisiensi anggaran dan kebutuhan mendesak untuk memperkuat advokasi dan perlindungan perempuan. Dengan meningkatnya kompleksitas masalah perempuan dan anak di Jember, penghapusan fokus terhadap isu ini melalui peleburan dinas dikhawatirkan akan berdampak negatif pada kebijakan perlindungan perempuan di masa depan.
Editor : Eko Riswanto