JEMBER, iNewsJember.id - Tulungagung memiliki objek wisata yang sangat eksotis. Salah satunya adalah Gunung Budeg. Gunung Budeg sebenarnya adalah sebuah bukit yang memiliki ketinggian sekitar 585 meter diatas permukaan laut ( mdpl ).
Konon, keindahan Gunung Budeg tak kalah indah dibandingkan dengan Gunung Ijen, Gunung Wilis, maupun Gunung Kelud. Gunung Budeg memiliki pemandangan yang sangat eksotis dan berubah-ubah tergantung musim. Jika memasuki musim penghujan, bukit ini akan terlihat sangat hijau. Sedangkan jika musim kemarau tiba, bukit ini tampak sangat gersang dan kering.
Jika mendaki Gunung Budeg pun tak akan membuat wisatawan lelah. Untuk mencapai puncaknya pun hanya diperlukan waktu 2 jam dari tempat pertama kali memulai pendakian. Wisatawan disarankan untuk mendaki mulai pukul 03.00 WIB jika ingin melihat keindahan sunrise atau matahari terbit. Dari puncak Gunung Budeg, wisatawan bisa memandang seluruh wilayah Tulungagung dari atas ketinggian.
Tak hanya bisa didaki untuk memandang sunrise saja, namun Gunung Budeg juga bisa didaki untuk melihat matahari terbenam. Gunung Budeg memiliki dua puncak bukit, yakni Puncak Timur dan Puncak Barat. Jika ingin melihat keindahan sunset, wisatawan disarankan untuk mendaki Puncak Barat. Waktu yang pas untuk mendaki adalah pukul 15.00 WIB.
Sebelum mendaki, wisatawan hanya perlu menyerahkan KTP untuk dicatat di sekretariat demi keamanan wisatawan. Pendaki juga harus mengisi buku tamu dan membayar biaya kebersihan sebesar Rp 5.000 per orang.
Di balik pesonanya yang eksotis, Gunung Budeg Tulungagung juga memiliki cerita rakyat yang menjadi cikal bakal terciptanya bukit ini. Konon dulu ada seorang Adipati Bedalem yang memiliki putri cantik jelita bernama Rara Ringgit atau Roro Kembang Sore.
Kala itu, utusan Kerajaan Majapahit yakni Pangeran Lembu Peteng dan Adipati Bedalem berperang dengan Kyai Besari untuk memperebutkan Roro Kembang Sore. Roro Kembang Sore sangat ketakutan dan lantas lari ke sebuah desa yang bernama Desa Dadapan. Kemudian ia menumpang di rumah seorang janda yang bernama Mbok Rondo Dadapan.
Mbok Rondo ternyata memiliki seorang anak laki-laki yang bernama Joko Bodo. Saat pertama kali bertemu dengan Roro Kembang Sore, Joko Bodo langsung terpikat. Sayangnya, cinta Joko Bodo selalu ditolak secara halus oleh Roro Kembang. Joko Bodo terus mendesak Roro Kembang untuk mau menjadi istrinya.
Akhirnya, Roro Kembang Sore bersedia menjadi istri Joko Bodo tetapi dengan satu syarat, yakni Joko Bodo harus bertapa membisu di bukit dan menghadap ke laut selatan selama 40 hari dan 40 malam hanya dengan beralaskan batu dan memakai cikrak di atas kepalanya. Di saat itu juga, Roro Kembang Sore pergi menuju Gunung Cilik. Sayang perjanjian ini tak disaksikan oleh Mbok Rondo.
Saat Mbok Rondo pulang, ia dikejutkan dengan kondisi rumah yang tak berpenghuni. Ia pergi mencari ke berbagai arah hingga akhirnya menemukan Joko Bodo sedang duduk bersila di bukit ini. Mbok Rondo kemudian memanggil Joko Bodo namun tak mendapatkan jawaban dari anaknya. Mok Rondo mulai merasa jengkel karena tak dihiraukan oleh anaknya. Mbok Rondo lantas memarahi Joko Bodo dan tak sengaja mengutuknya menjadi sebuah batu.
“Bocah diceluk kok meneng bae kaya watu (Anak dipanggil diam saja kayak batu!),” begitu ucapan Mbok Rondo yang akhirnya menjadi sebuah kutukan.Dalam sekejap Joko Bodo sudah berubah sepenuhnya menjadi batu. Setelah menyadari kekhilafannya, lantas Mbok Rondo menamai batu yang kini telah berubah menjadi bukit itu sebagai Gunung Budeg. Kini Gunung Budeg kerap dijadikan sebagai objek wisata yang sangat eksotis di Kabupaten Tulungagung.
Editor : Abdul Muis Setiawan
Artikel Terkait