JEMBER, iNewsJember.id - Selain menyantap hasil dari sungai, Masyarakat Dayak dan Banjar juga terkenal sebagai peladang yang sangat piawai. Mereka biasanya menanam berpuluh-puluh jenis padi dalam satu ladang.
Lokasi ladang yang kerap kali berpindah-pindah, sehingga menjauhkan masyarakat Dayak dan Banjar dari sungai, hal ini membuat mereka mulai berpikir untuk menguasai teknologi pengawetan ikan. Teknik pengawetan ikan yang paling khas serta memiliki citarasa yang kuat adalah wadi, sebuah teknik pengawetan ikan dengan proses fermentasi.
Potongan ikan yang hendak diolah menjadi wadi atau ikan fermentasi tersebut sudah menjalani serangkaian pengolahan selama dua hari dua malam sebelumnya.
Awalnya, ikan yang akan difermentasi dipotong-potong terlebih dahulu seukuran dengan telapak tangan orang dewasa kemudian ditaburi garam selama sehari semalam. Keesokan paginya, potongan ikan ini dicuci untuk menghilangkan garam. Selanjutnya, potongan ikan direndam dengan larutan gula aren sehari semalam. Keesokan harinya, potongan ikan ini ditiriskan dan diberi taburan irisan bawang putih agar beraroma harum.
Kemudian potongan ikan diberi taburan beras yang berwarna coklat kekuningan. Sebelumnya, rangkaian beras ini telah menjalani serangkaian proses terlebih dahulu. Yakni diawali dengan pencucian, penirisan selama semalaman, dilanjutkan dengan proses sangrai hingga berwarna coklat kekuningan, setelah itu beras ini digiling dengan kasar.
Sekitar seminggu kemudian, potongan ikan yang telah diberi taburan beras akan menjadi wadi. Ikan terfermentasi yang memiliki bau menyengat, tetapi memiliki citarasa yang sangat lezat. Untuk satu kilogram ikan mentah dijual hanya sekitar Rp 70.000 tetapi kalau sudah berubah menjadi wadi, harganya bisa mencapai Rp 90.000 per kilogram.
Pemprosesan wadi ternyata sudah ada sejak lama, makanan ini telah dikenal secara turun temurun oleh masyarakat Dayak dan Banjar di Kalimantan. Dengan diolah menjadi wadi, ikan hasil tangkapan bisa bertahan lama. Ikan wadi memiliki rasa asam yang unik, sehingga bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi peminatnya.
Wadi bisa menjadi cadangan makanan saat warga sedang disibukkan dengan kegiatan berladang atau memanen padi. Biasanya masyarakat Dayak dan Banjar menyimpan wadi di dalam balanga atau guci yang terbuat dari tanah liat.
Editor : Abdul Muis Setiawan
Artikel Terkait